Mengenang Cinta Untuk Menemukan Arti Bahagia Sesungguhnya, “The Happiness Project” (PART 3)
Ferbuari: Mengenang Cinta
Entah hal apa yang terlintas ketika membaca satu kata di bagian bawah judul bulan Februari, yaitu ‘Perkawinan’. “Apa-apaan ini, saya masih berada dalam kondisi menunggu dan menanti pasangan hidup dan bacaan kali ini tentang perkawinan? Bagaimana saya bisa memahami arti kata bahagia dalam hubungan perkawinan, padahal saya belum pernah berada dalam kondisi tersebut?” kepala ini sungguh penuh dan riuh mendesak untuk tidak membaca bagian ini. Tapi apa yang saya temukan pada pojok kiri halaman? hal yang mengejutkan dan membuat saya bergairah untuk membaca isi bab ini. Memang benar saya belum pernah menikah, tapi ternyata saya pernah dan masih hidup dalam sebuah keluarga yang lengkap. Masih memiliki Ayah, Ibu, dan saudara yang hidup dan dibesarkan dalam satu atap yang sama. Mungkin ketika saya membaca bagian ini, saya bisa merefleksikan kehidupan perkawinan kedua orangtua saya yang kemudian bisa saja dapat menjadi bekal untuk membangun keluarga di masa depan. Wah pemikiran yang sungguh menggugah selera untuk memimpikan keluarga bahagia nantinya wkwkwkwkwk, you can make it real if you want it.
Beberapa list yang terlihat pada pojok kiri halaman pertama bab tersebut ternyata merupakan poin-poin penting yang akan dilakukan Gretchen dalam bulan ini. Hal yang ia mulai bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, ia bergumul pada komitmen menikmati kebahagiaan dalam kehidupan pernikahan. Dan karena proyek Gretchen di bulan ini membuat suaminya merasa tersinggung dengan bacaannya yang begitu banyak tentang kehidupan pernikahan yang harmonis dan sharing apa yang ia sedang baca bersama beberapa teman terdekat, seakan-akan kehidupan pernikahannya sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Meskipun demikian, Gretchen menjelaskan apa yang sedang ia lakukan. Bukan karena alasan tersebut, melainkan karena ia sedang berusaha mengumpulkan studi literaturnya tentang menikmati kebahagiaan dalam hubungan pernikahan sehingga dapat diterapkan. Apa yang Gretchen temukan dari setiap bacaan dan perenungan dirinya tentang kehidupan pernikahannya? Pengen tahu??? Yo simak penjelasan berikut ini!!
Terkadang dalam kehidupan pernikahan sering dijumpai pertengkaran kecil, jangankan pada saat sudah berkeluarga, saat menjalin hubungan special saja sering kita jumpai. Bukankah begitu? Namun berbeda, pertengkaran kecil dalam kehidupan pernikahan mulai muncul ketika memiliki anak. Ketika memiliki anak, suami dan istri memiliki tugas dan tanggung jawab baru yang harus terus dilakukan. Selain itu, sumber pertengkaran paling umum yang dijumpai dalam kehidupan pernikahan ialah uang, pekerjaan, sex, komunikasi,agama, mertua, ipar, penghargaan, dan kegiatan santai. Hal-hal ini terkadang memicu emosional kita, sehingga tanpa disadari kita sering melontarkan kata-kata kasar, bersikap difensif, menunda-nunda, dan sikap menghina yang secara sadar maupun tanpa kita sadari dapat merusak hubungan satu sama lain secara perlahan-lahan. Rasa cinta yang dibangun sejak awal bisa saja memudar seiring berjalannya waktu, apabila kita masih mempertahankan sikap yang demikian. Maukah kita hidup dalam kehidupan pernikahan yang demikian? Saya rasa setiap kita memilih untuk hidup dalam pernikahan yang harmonis, bukankah begitu?
Setiap orang mengingkinkan kehidupan pernikahannya harmonis, tidak ada seseorang yang mau menikahi orang yang tidak membuatnya bahagia. Oleh sebab itu ketika kita berkeluarga, kita ingin hidup menjadi keluarga yang penuh cinta kasih. Kalian perlu ketahui, bahwa suasana pernikahannmu akan menentukan suasana hatimu seumur hidup. Jika kamu tidak menemukan kebahagiaan dalam kehidupan pernikahanmu, maka sulit kamu temukan kebahagiaan di tempat lain. Sebab rumah adalah tempat kamu akan terus pulang dan menikmati kebahagiaan, sebelum kamu membagikannya. Jika rumah dimana kamu tinggal tidak memiliki seberkas kebahagiaan, bukankah berarti kalian tidak bahagia?
Kita harus memahami sejak awal bahwa ketika saya menikahi dia, saya siap menerima lebih dan kurang dalam dirinya selama hidup saya. Kita harus tahu setiap resiko yang harus kita alami ketika memilih hidup bersama dengan pasangan kita. Jangan sampai kita merasa tidak sanggup menghadapi kekurangannya dan berakhir tidak bahagia dalam kehidupan pernikahan, sebab sejatinya kita tidak bisa mengubah diri seseorang sekalipun orang tersebut adalah pasangan hidup kita.
Gretchen mengingatkan kita untuk belajar dan berusaha tidak melontarkan kata-kata kasar, bersikap difensif, menunda-nunda, dan sikap menghina terhadap pasangan kita. Kita pun tidak bisa mengubah kepribadian seseorang, namun yang bisa kita terus lakukan adalah menghidupi kalimat “Yang ada hanya cinta”. Ketika kita mencoba untuk menghidupi kalimat ini, percayalah bahwa kita tidak memiliki alasan untuk terus mengeluh terhadap apapun yang kita lakukan dan orang lain lakukan terhadap diri kita sendiri. Belajarlah untuk tidak berfokus pada kesalahan orang lain yang sering kali menyebalkan, namun pandanglah dari sudut pandang yang berbeda. Mungkin hal tersebut bukan sebuah kesalahan, melainkan kita saja yang sedang tidak paham cara orang tersebut bekerja.
Sebelum Gretchen menjelaskan tentang beberapa hal yang akan ia lakukan sepanjang bulan ini dan tetap terus melakukan resolusinya pada bulan Januari, Gretchen menegaskan bahwa kita bisa mengubah cara kita bersepon sambil menerapkan sikap sabar dalam menangani berbagai hal. Sebab baginya “Apa yang dilakukan setiap hari lebih penting dari apa yang kita lakukan hanya sekali saja”. Belajarlah berespon dengan benar dan penuh kesabaran setiap harinya, jangan pernah lelah untuk terus melakukannya.
Berhenti Mengomel
Kualitas persahabatan antara suami dan istri menentukan, terutama, apakah mereka merasa puas dengan cinta dan gairah dalam pernikahan mereka, dan hal yang paling cepat memupus perasaan persahabatan (dan gairah) adalah mengomel (halaman 52).
Pada akhirnya dalam sebuah kehidupan pernikahan, kita dapat menghidari diri dari mengomel dengan cara, menyadari setiap pekerjaan rumah yang sudah disepakati bersama dan lakukan diluar tugas pokok setiap pasangan. Buatlah rumahmu terasa nyaman ditempati dengan rasa cinta tanpa harus saling mengeluh satu sama lain. Hindari kondisi menunda, menunggu, dan memerintah pasanganmu untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Kalian bisa sama-sama mengambil sikap sigap dalam melakukannya, meski itu bukan menjadi bagian yang harus kamu kerjakan. Dengan demikian, setiap kalian tidak akan saling menyalahkan satu sama lain dalam bentuk omelan yang dilontarkan.
Jangan Mengharapkan Pujian atau Penghargaan
Dalam hubungan pernikahan kandang kala pujian dan penghargaan ingin sekali kita dengar dan dapat dari pasangan kita. Jangankan dalam pernikahan, ketika menjalin hubungan spesial dengan seseorang saja kita seringkali mengharapkan pujian dan penghargaan. Hal ini seakan-akan kita ingin diakui atas apa yang sudah kita lakukan dan kerjakan. Percayalah, mengaharapkan pujian dan penghargaan atas apa yang sudah kita usahakan hanya akan membuat kita merasa lelah tanpa menikmati apa yang sudah kita lakukan, akan membuat kita kecewa ketika kita tidak mendapatkannya, dan membuat kita merasa sia-sia telah melakukannya.
Jangan terlalu serius memikirkan bagaimana saya dapat menerima pujian dan penghargaan, namun pusatkan dirimu pada apa yang akan kamu lakukan dapat memberkati orang-orang disekitarmu termasuk dirimu sendiri. Dengan demikian kamu tidak akan mereasa perlu untuk diberi pujian dan penghargaan, sebab kedua hal tersebut hanya sebuah hadiah yang tidak pernah kita bayangkan akan diberikan.
Bertengkar Dengan Benar
Dari berbagai hal yang akan dilakukan Gretchen pada bulan ini untuk menikmati kebahagiaan dalam kehidupan pernikahan, saya tergelitik dengan list ini ‘Bertengkar dengan Benar’. Terlintas di benak saya ketika membaca kalimat ini ialah “Bagaimana cara seseorang dapat bertengkar dengan baik? Bertengkar ya bertengkar, nga ada cara paling benar untuk bertengkar. Toh pada akhirnya akan tetap saling melukai, sebab pertengkaran pada umumnya adalah saling menyinggung satu dengan yang lain, itu artinya kita saling melukai melalui perkataan. Jadi apa maksudnya bertengkar dengan benar?”
Gretchen menjelaskan kehidupan pernikahan memang tidak terlepas dari adanya konflik, yaitu masalah yang dapat dengan mudah diselesaikan dan yang tidak (halaman 55). Setiap hubungan tidak akan pernah terlepas dari konflik, namun Gretchen ingin menegaskan bahwa cara kita merespon permasalahan seharusnya dapat membuat kita bahagia. Bukankah alangkah lebih baik cara merespon sebuah konflik dalam kehidupan pernikahan ialah saling beradu pendapat untuk menemukan solusi dari permasalahan yang sedang dihadapi dibandingkan berdebat tanpa mementingkan perasaan satu sama lain?
Bertengkar itu sangat menguras tenaga dan memengaruhi kebahagiaan seseorang, karena bertengkar benar-benar adalah sumber perasaan bersalah yang cukup berarti dalam hidup. Ibarat, duri dalam daging yang mengusik hati nurani. Kita perlu ketahui bahwa untuk memperkuat sebuah hubungan adalah memastikan bahwa tindakan positif jauh lebih baik daripada tindakan negatif. Itu artinya, dalam menghadapi sebuah permasalahan perlu digaris bawahi bahwa: pengambilan keputusan yang rasional dan berpeluang, serta menerapkan sikap teguh dengan menjabarkan baik ‘positif buruknya ‘negatif’ apa yang sedang dialami dalam menemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan.
Memang benar, kita tidak bisa menghindari pertengkaran dalam sebuah hubungan, namun apakah cara bertengkar kita adalah salah satu sarana menemukan solusi untuk penyelesaian atau sarana untuk saling menyakiti satu dengan yang lain? maka kalian harus mengerti bahwa bertengkar dengan benar adalah pertengkaran yang menghasilkan sebuh solusi untuk penyelesaian suatu masalah, bukan menimbulkan konflik baru hanya karena ucapan yang secara sadar maupun tidak sadar telah terucap.
Jangan Melampiaskan
Sikap suka melampiaskan sesuatu kepada orang lain adalah sikap buruk dan sangat egois. Sudah pasti sikap yang demikian tidak akan membuat diri kita menikmati kebahagiaan. Sebab orang yang bahagia adalah orang yang lebih suka memaafkan, membantu, memiliki pengendalian diri yang lebih baik, dan lebih toleran terhadap rasa jengkel daripada orang yang tidak bahagia. Sebaliknya, orang yang tidak bahagia lebih sering menarik diri, difensif, suka menentang, dan mementingkan diri sendiri (halaman 64–65).
Oscar Wilde berkata “ Kita tidak selalu bahagia ketika berbuat baik, tetapi kita selalu berbuat baik ketika bahagia”
Jadi sebagian dari upaya untuk menjadi bahagia ‘jangan sekali-kali saling melampiaskan’. Sekesal apapun kita terhadap sesuatu, jangan pernah mencari tempat untuk melampiaskan kekesalanmu. Akan tetapi, temuakanlah orang yang tepat untuk mendengarkan keluh kesahmu, alangkah baiknya jika dibicarakan bersama pasanganmu. Sebab, mendengar seseorang itu mengeluh tanpa tahu alasannya amat sangat melelahkan, baik suasana hati kita sedang baik ataupun buruk dan apakah keluhan itu dapat dibenarkan atau tidak.
Memberikan Bukti Cinta
Pier Reverdy pernah menuliskan bahwa “Tidak ada cinta, yang ada hanyalah bukti cinta” (halaman 66)
Dalam sebuah hubungan, alangkah menyenangkan apabila kita saling menunjukan bukti cinta kita satu sama lain. Bukankah ketika kita berada dalam sebuah hubungan akan lebih memudahkan untuk saling mengungkapkan kasih sayang? Salah satunya dengan cara memeluk. Ruset membuktikan bahwa, memeluk dapat menghilangkan stress, meningkatkan keakraban, dan bahkan meredam rasa sakit.
Selain daripada itu kita perlu mengetahui bagaimana pasangan kita ingin diperlakukan, akan lebih bermanfaat jika kita perhatikan perbuatannya, bukan hal-hal yang diucapkannya. Dengan begitu, kita dapat menunjukan bukti cinta yang memberi kesan mendalam bagi hidupnya. Sebab kadang kala apa yang diucapkan tidak sesuai dengan isi hati, maka dari itu perhatikanlah cara orang tersebut berperilaku dan bertindaklah sesuai dengan apa yang ingin kamu rasakan. Semakin mudah kita menanggapi keiinginan pasangan untuk diperhatikan, maka semakin kuat pulalah hubungan kita. Salah satu cara untuk memastikan kita memerhatikan pasangan kita adalah dengan menghabiskan waktu berdua dengannya.
Bukan hanya itu saja, ternyata memberikan bukti cinta juga dapat ditunjukan melalui cara kita merespon sesuatu, yaitu tidak mengekspresikan kemarahan dan berusaha melakukan sesuatu dengan pebuh sukacita tanpa mengeluh dan berdebat. Ketika kita tidak mengekspresikan kemarahan seringkali menyebabkan kemarahan tersebut hilang tanpa meninggalkan kesan buruk. So, dibandingkan harus melampiaskan kemarahanmu, alangkah baiknya kalian tidak mengekspresikannya. Dengan begitu semuanya akan baik-baik saja. bahkan dapat hilang tanpa harus meninggalkan kesan buruk.
Untuk menjadi bahagia, kita harus membayangkan tentang merasa baik, merasa buruk, dan merasa benar (halaman 78).
Untuk menjadi bahagia, kita perlu menyuarakan banyak perasaan positif, harus menyingkirkan sumber perasaan tidak enak, dan perlu mempertimbangkan perasaan yang merasa benar. ‘Merasa bedanr’ adalah konsep yang rumit: ini adalah bahwa saya menjalani kehidupan yang selayaknya haru saya jalani. ‘Merasa bernar’ adalah persoalan menjalani kehidupan yang tepat bagi kita — dalam pekerjaan, lokasi, status pernikahan, dan sebagainnya. Ini juga tentang: melakukan tugas kita, menggapai harapan yang kita tetapkan untuk diri kita.
William Butler Yeats dalam sebuah karyanya pernah menulis bahwa “Kebahagiaan bukanlah kebijakan atau kesenangan, bukan pula hal ini dan itu, melainkan hanya pertumbuhan semata. Kita bahagia ketika kita bertumbuh” (halaman 80)
Dalam sebuah perjalanan hidup, hal yang membuat kita bahagia bukanlah sebuah keberhasilan mencapai suatu tujuan. Melainkan ketika kita berproses dalam mengapai suatu tujuan, disana kita merasakan baik, buruk, dan benarnya suatu kondisi yang mendewasakan serta membuat kita bahagia kita seiring akan tercapainya suatu tujuan. Kita melalui banyak hal yang mengajarkan kita akan makna seutuhnya tetantang arti kata ‘Bahagia’. Begitu pula ketika kita hidup bersama pasangan kita, kita harus menikmati kehidupan pernikahan kita sendiri. Baik buruk pasanganmu akan mengajarkan dirimu banyak hal. Jangan pernah memiliki prasaaan untuk mengubah pasanganmu agar kamu dapat menikmati kebahagiaan, sebab nyatanya kita tidak memiliki kuasa untuk mengubah dirinya, kecuali dirinya sendiri. Hal yang perlu jadi perhatian bersama ialah: Ketika kita tidak lagi mengharapkan pasangan kita berubah (dalam batasan tertentu), maka kita telah mengurangi kemarahan dan kekesalan, dan hal itu menciptakan suasana yang lebih penu cinta dalam pernikahan. Pada kahirnya kita menjadi orang yang lebih baik dari sebeumnya bukan?
Sekian ringkasan bacaan hari ii, semoga tulisan ini dapat memberkati setiap kalian ^.^
21.10.2022
Jejak Langkah — Tapak Kaki